Membantu Anak dengan mengenali Gaya Belajarnya masing masing
Coba perhatikan sebentar saja anak-anak kita, keponakan, atau anak-anak tetangga kita. Mereka memiliki kebiasaan yang berbeda-beda. Apa yang mereka lakukan setiap hari tidaklah sama. Ada yang selalu suka duduk di rumahnya sambil menonton TV atau membaca buku. Ada yang lebih suka bermain dengan teman sebayanya, entah itu main jual-jualan sayur dari daun-daun yang dipetik di kebun atau bermain becek-becekan atau juga bermain gunting-guntingan kertas yang sudah tidak terpakai. Atau ada juga yang lebih suka bermain mobil-mobilan dan sepak bola.
Berdasarkan pengamatan sekilas, secara kasat mata, kita bisa membedakan keunikan masing-masing anak. Dari itu pulalah, kita bisa bedakan keunikan cara dan gaya belajar mereka. Untuk lebih bisa mengenali keunikan tersebut, bisa juga dengan menggunakan jasa para psikolog yang memiliki alat lebih lengkap untuk mengenali bakat dan keahlian masing-masing secara mendalam.
Tuhan menciptakan keunikan-keunikan itu untuk dimengerti orang tua dan para guru nya tentunya. Ada anak secara cepat mengerti pelajaran "hanya" dengan membaca buku. Ada anak yang cepat mengerti dengan membuat lagu rap, konsep atau hafalan yang akan pelajarinya. Ada juga anak yang mengerti pelajaran atau konsep cerita dengan bantuan visual, gambar dan bila perlu dibuat miniatur soal cerita untuk memahaminya. Yah begitulah memang adanya. Tugas orang tua dan guru, memfasilitasi keunikan-keunikan tersebut, jika anda peduli dan ingin anak-anak kita lebih berkembang lebih pesat.
Saya memiliki pengalaman mengajar anak murid yang sangat susah memahami soal cerita matematika. Ketika dibantu dengan bantuan animasi dan beberapa alat peraga, maka anak tersebut mulai sedikit memahami dan bisa mengerjakan soal cerita tersebut. Lain halnya ketika anak murid kesulitan dengan langkah-langkah aljabar. Maka alat bantu yang sesuai adalah membuat lembar kerja matematika dengan bantuan kotak-kotak yang merupakan langkah-langkah aljabar yang harus diisi oleh anak murid tersebut, sampai mendapat jawaban akhir yang benar.
Cara tersebut disebut dengan metode "scaffolding" yang diambil dari istilah scaffolding, yaitu besi-besi penyangga bangunan yang belum jadi sebelum bangunan utama terbentuk. Tujuannya agar siswa tersebut terbantu terlebih dahulu sehingga timbul rasa percaya dirinya untuk melanjutkan mengerjakan soal.
Lain kasus ketika anak murid memiliki gaya belajar kinestetik, artinya dia belajar dan cepat menyerap pelajaran dengan cara menggerakkan bagian tubuhnya seperti tangan, kaki, badan dll. Sehingga ketika siswa tersebut mengerjakan soal matematika, maka guru atau pengajar dapat membuat alat bantu berupa langkah-langkah aljabar di kertas lain dan siswa tersebut tinggal menggunting langkah-langkah aljabat tersebut dan menyusunnya sehingga menjadi langkah aljabar yang jelas dan benar. Karena siswa dengan dominasi kinestetik, sangat menyukai untuk menggerakkan anggota tubuhnya seperti menggunting, menempel, bermain lompat tali atau membuat karya yang membutuhkan gerakan tangan.
Belajar dengan cara bermainpun bisa jadi menyenangkan untuk anak murid supaya lebih menyerap pelajaran. Tentunya dengan permainan-permainan yang sesuai dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari. Belajar dengan bermain bukanlah hal yang tabu untuk dilakukan. Karena negara Finlandia yang sistem pendidikannya yang katanya paling maju di dunia pun menerapkan hal itu. Dan katanya ketika anak dalam keadaan bahagia, maka otak pun lebih terbuka untuk menyerap informasi dan informasi tersebut bisa bertahan lama dalam ingatannya. Seperti kita orang dewasa yang selalu ingat masa-masa bahagia bukan?
Orang tua sekarang mungkin khawatir ketika anak-anaknya selalu bermain game di smartphone nya. Hal itu bisa diganti dengan game-game yang edukatif, lebih mendidik dengan materi belajar. Sehingga anak-anak secara tidak sadar belajar sambil bermain. Setiap otak siswa seolah-olah memiliki pintu yang berbeda ketika menyerap informasi dan pelajaran. Dan tugas orang tua dan guru lah mengenali keunikan tersebut tanpa harus membanding-bandingkan dengan siswa lain. Semoga bermanfaat
Tuhan menciptakan keunikan-keunikan itu untuk dimengerti orang tua dan para guru nya tentunya. Ada anak secara cepat mengerti pelajaran "hanya" dengan membaca buku. Ada anak yang cepat mengerti dengan membuat lagu rap, konsep atau hafalan yang akan pelajarinya. Ada juga anak yang mengerti pelajaran atau konsep cerita dengan bantuan visual, gambar dan bila perlu dibuat miniatur soal cerita untuk memahaminya. Yah begitulah memang adanya. Tugas orang tua dan guru, memfasilitasi keunikan-keunikan tersebut, jika anda peduli dan ingin anak-anak kita lebih berkembang lebih pesat.
Saya memiliki pengalaman mengajar anak murid yang sangat susah memahami soal cerita matematika. Ketika dibantu dengan bantuan animasi dan beberapa alat peraga, maka anak tersebut mulai sedikit memahami dan bisa mengerjakan soal cerita tersebut. Lain halnya ketika anak murid kesulitan dengan langkah-langkah aljabar. Maka alat bantu yang sesuai adalah membuat lembar kerja matematika dengan bantuan kotak-kotak yang merupakan langkah-langkah aljabar yang harus diisi oleh anak murid tersebut, sampai mendapat jawaban akhir yang benar.
Cara tersebut disebut dengan metode "scaffolding" yang diambil dari istilah scaffolding, yaitu besi-besi penyangga bangunan yang belum jadi sebelum bangunan utama terbentuk. Tujuannya agar siswa tersebut terbantu terlebih dahulu sehingga timbul rasa percaya dirinya untuk melanjutkan mengerjakan soal.
Lain kasus ketika anak murid memiliki gaya belajar kinestetik, artinya dia belajar dan cepat menyerap pelajaran dengan cara menggerakkan bagian tubuhnya seperti tangan, kaki, badan dll. Sehingga ketika siswa tersebut mengerjakan soal matematika, maka guru atau pengajar dapat membuat alat bantu berupa langkah-langkah aljabar di kertas lain dan siswa tersebut tinggal menggunting langkah-langkah aljabat tersebut dan menyusunnya sehingga menjadi langkah aljabar yang jelas dan benar. Karena siswa dengan dominasi kinestetik, sangat menyukai untuk menggerakkan anggota tubuhnya seperti menggunting, menempel, bermain lompat tali atau membuat karya yang membutuhkan gerakan tangan.
Belajar dengan cara bermainpun bisa jadi menyenangkan untuk anak murid supaya lebih menyerap pelajaran. Tentunya dengan permainan-permainan yang sesuai dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari. Belajar dengan bermain bukanlah hal yang tabu untuk dilakukan. Karena negara Finlandia yang sistem pendidikannya yang katanya paling maju di dunia pun menerapkan hal itu. Dan katanya ketika anak dalam keadaan bahagia, maka otak pun lebih terbuka untuk menyerap informasi dan informasi tersebut bisa bertahan lama dalam ingatannya. Seperti kita orang dewasa yang selalu ingat masa-masa bahagia bukan?
Orang tua sekarang mungkin khawatir ketika anak-anaknya selalu bermain game di smartphone nya. Hal itu bisa diganti dengan game-game yang edukatif, lebih mendidik dengan materi belajar. Sehingga anak-anak secara tidak sadar belajar sambil bermain. Setiap otak siswa seolah-olah memiliki pintu yang berbeda ketika menyerap informasi dan pelajaran. Dan tugas orang tua dan guru lah mengenali keunikan tersebut tanpa harus membanding-bandingkan dengan siswa lain. Semoga bermanfaat